Apa itu politik adalah sebuah istilah yang dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara. Pada dasarnya politik menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi, dan politik merupakan interaksi antara pemerintah dan masyarakat.
Politik selalu dinilai sebagai suatu topik yang sangat sensitif untuk diperbincangkan, dan dinilai dapat memicu gejolak dan kegaduhan di tengah masyarakat.
Namun gejolak yang terjadi tidak selamanya merugikan. Contohnya, ketika Belanda dilanda gejolak politik pada awal ke-20 yang memberikan dampak baik dan harapan bagi bangsa Indonesia. Gejolak tersebut pertama kali dipicu oleh sindiran seorang warga Belanda terhadap negaranya yang memperlakukan bangsa jajahannya dengan seenaknya.
Meski mendapatkan banyak pro dan kontra, sindiran tersebut ternyata berhasil membuat Belanda mencetuskan kebijakan untuk mensejahterakan Nusantara. Maka kebijakan yang dicetuskan tersebut dinamakan politik etis atau politik balas budi.
Pengertian Politik Etis
Dikutip dari situs kompas.com, Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah pemikiran progresif yang menyatakan pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral untuk mensejahterakan penduduk Hindia Belanda (Indonesia) karena telah memberikan kemakmuran bagi masyarakat dan kerajaan Belanda.
Kebijakan ini lahir dari rasa tanggung jawab Belanda setelah ratusan tahun memperoleh keuntungan dari tanah jajahannya, yaitu tanah Hindia Belanda atau Indonesia.
Sedangkan rakyat pribumi yang dijajah harus menderita kesengsaraan, salah satunya adalah akibat tanam paksa. Semua petinggi Belanda yang ada di Indonesia tidak pernah menggubris penderitaan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Sementara akibat dari tanam paksa telah merenggut banyak nyawa.
Petinggi Belanda di Indonesia memiliki moto “what happens in East Indies, stays in East Indies” sehingga pemerintah Belanda tidak tahu-menahu tentang peristiwa yang sebenarnya terjadi. Namun, lambat laun informasi peristiwa ini sampai juga ke telinga Ratu Wilhelmina I. Sang Ratu kemudian memerintahkan bawahannya untuk membalas budi atas semua perjuangan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat pribumi.
Kenyataan, kebijakan yang diperintah langsung oleh ratu ternyata tidak langsung diterima oleh politisi Belanda. Maka muncullah berbagai pro dan kontra akibat konflik humanis dan golongan liberal di parlemen Belanda. Namun, Ratu Wilhelmina I tetap memberlakukan politik etis pada 17 Desember 1901.
Tokoh Pencetus Politik Etis
Ratu Wilhelmina I memang yang menetapkan kebijakan politis etis, namun pencetus sebenarnya kebijakan ini bukanlah sang ratu. Melainkan buah dari hasil pemikiran seorang pengacara sekaligus ahli hukum, Conrad Theodore van Deventer.
Deventer muncul dengan menyindir pemerintahan Belanda, melalui tulisannya yang berjudul “Een Eereschuld” atau “Utang Kehormatan” yang dipublikasikan di koran De Gids pada tahun 1899, yang menjadi tamparan keras untuk pemerintah Belanda.
Pada tulisannya, Deventer mengkritik sikap Belanda, yang telah ratusan tahun meraup kekayaan Hindia Belanda, tanpa memperdulikan kesejahteraan warga pribumi. Ternyata, sebelum sampai ke parlemen, tulisan Deventer sudah menjadi perbincangan hangat dan menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat Belanda.
Selain Deventer, ada juga sosok lain yang berjasa dalam tercetusnya kebijakan politik etis ini. Ia adalah Pieter Brooshooft, yang merupakan seorang wartawan Belanda yang menghabiskan hidupnya untuk mengelilingi Indonesia dan melihat sendiri ketidaksejahteraan yang dialami oleh masyarakat pribumi.
Brooshooft juga mengkritik melalui buku berjudul “Memorie over den toestand in indie” atau “Catatan Tentang Keadaan di Hindia”. Brooshooft juga menggugat parlemen Belanda dan mendorong adanya keadilan bagi masyarakat Hindia Belanda.
Terlepas dari pro-kontra yang ada, nyatanya politik etis berhasil diterapkan di Indonesia. Selain sebagai bentuk balas budi, alasan lain terwujudnya kebijakan adalah kewajiban meningkatkan kedudukan hukum masyarakat adat umat kristen di Hindia Belanda. Selain mendukung misi kristenisasi, politik etis memiliki tiga program, yaitu edukasi, irigasi, dan transmigrasi.
Negara Indonesia telah berhasil merdeka dari jajahan Belanda puluhan tahun lalu. Kemerdekaan ini didapatkan dari hasil keringat dan darah para pejuang bangsa. Maka, sebagai warga negara yang cinta akan bangsa, jangan nodai dan rusak bangsa ini dengan tindakan tercela seperti tindakan korupsi. Jauhi korupsi, karena korupsi memberikan dampak yang buruk bagi negara dan masyarakat.
Jadilah rakyat yang bertanggung jawab dan menjadi bagian dari kemajuan bangsa. Ketahui informasi selengkapnya mengenai korupsi dan sikap antikorupsi di aclc.kpk.go.id, agar bisa menghindar dari segala praktik korupsi.
Source: